Selasa, 31 Maret 2009

Parliamentary threshold dan electoral threshold

Parliamentary threshold merupakan aturan yang mengharuskan partai yang mempunyai suara 2,5 persen di DPR, partai yang kurang dari standar tersebut harus merelakan kursinya diambil oleh partai lain yang lebih banyak suaranya. Perwakilan dari partai tersebut hanya bisa bergabung dengan partai besar atau menyerahkan kursi seutuhnya kepada partai besar. Efek dari Parliamentary threshold adalah partai kecil yang mempunyai suara kecil tidak bisa menyumbangkan suaranya di DPR karena haknya direbut oleh partai besar.

Sebagai partai kecil yang merasa haknya diambil oleh partai-partai besar, tentu partai kecil dan partai yang baru dibentuk tidak tinggal diam. Sebanyak 18 parpol berupaya untuk menggugat aturan tersebut karena dianggap mematikan suara rakyat yang diberikan kepada partai tersebut. Partai-partai kecil tersebut merasa Parliamentary threshold adalah upaya pembunuh demokrasi di Indonesia. Yang bisa dilakukan oleh partai-partai kecil agar bisa survive adalah mengadakan gabungan partai agar suaranya bisa melebihi standar yang dikenakan. Akan tetapi hal tersebut mematikan inspirasi-inspirasi termasuk visi dan misi suatu partai karena terjadi peleburan suara.


 

Alasan penguat mengapa Parliamentary threshold diadakan karena partai kecil yang berada di DPR kurang mempunyai andil atau tidak berpengaruh besar kepada kinerja DPR. Suara partai tersebut terendam oleh suara wakil-wakil dari partai besar. Selain itu, penyederhanaan partai dinilai lebih memudahkan proses pemilihan umum dengan penyederhanaan partai.efek dari banyaknya partai itu sendiri sangat banyak Sebagai contoh pemilu sekarang ini. Banyak partai mengisi kertas suara sehingga dinilai menyulitkan seseorang untuk memilih satu dari sekian partai yang dipilih. Kertas suara juga ukurannya besar sehingga membuat kesulitan pemilih. Selain itu juga apakah dengan banyaknya partai itu sendiri demokrasi akan berlangsung? Parliamentary threshold dinilai membuat partai yang ingin survive lebih kerja keras dalam kinerjanya menarik jumlah pengikut sehingga kesungguhannya dalam memperjuangkan suaranya lebih terlihat. Kemudian akan kelihatan mana parpol yang tidak bersungguh-sungguh yang akan tereliminasi dan mana parpol yang bersungguh-sungguh memperjuangkan suaranya yang akan beradu kekuatan dan persaingan sehingga muncul parpol yang berkualitas.


 

Sedangkan electoral threshold itu sendiri adalah ambang batas dimana parpol bisa mengikuti pemilu berikutnya. Hal tersebut ditulis dalam ketentuan peralihan bab XXIIIpasal 315 UU no 10 th 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPR atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRD provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar sekurangkurangnya di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia, ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu setelah Pemilu tahun 2004. Sedangkan partai yang tidak memenuhi syarat harus bergabung dengan partai lainnya sehingga memenuhi perolehan minimal kursi.


 

Banyak orang yang beranggapan bahwa parliamentary threshold dan electoral treshold mematikan demokrasi di Indonesia dan melanggar pasal 28 UUD yang menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Tetapi untuk sekarang lebih baik yang ditekankan adalah asas efektifitas karena menurut kami parliamentary threshold dan electoral treshold sangat efektif untuk sistem tata negara di Indonesia karena seperti yang ditekankan di atas, dengan banyaknya partai tidak menjamin demorasi berjalan dan pembangunan di Indonesia berjalan lancar.

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.