Minggu, 15 Juli 2012

jual kaos batik lukis tangan yogya / jogja


Batik shirts, original production PURNAMA TEKSENIA BATIK, Yogyakarta.

Batik painting on t-shirts will not be lost for any (durable), as well as batik in general.

Each shirt is only produced one fruit (the same nothing is guaranteed).

Made with the technique of batik or batik printing rather than cap, completely exclusive.

Combet 20s cotton jersey material is very well worn in any situation because it absorbs sweat and cool to wear.

Batik images can be ordered as well as you want (with our painting techniques), with an additional fee of 20,000, - / ($ 2)

Before ordering please check the goods carefully at the description and drawings.

Prices shown do not include postage. (Especially who are in Yogya be delivered)


[spoiler=versi bahasa ind kalo ga ngerti artinya ]

Kaos Batik tulis,produksi asli PURNAMA TEKSENIA BATIK,Yogyakarta.

Lukisan batik pada kaos tidak akan hilang selama apapun (AWET), sama seperti batik tulis pada umumnya.

Setiap kaos hanya diproduksi satu buah (dijamin tidak ada yang sama).

Dibuat dengan teknik batik tulis bukan batik printing ataupun cap,benar-benar eksklusif.

Bahan kaos katun combet 20s sangat baik dikenakan pada situasi apapun karena menyerap keringat dan adem dikenakan.

Gambar batik dapat dipesan pula sesuai keinginan anda (dengan teknik lukisan kami), dengan tambahan biaya sebesar Rp.20.000,- / (2$)




Sebelum memesan barang harap dicek dengan teliti pada keterangan dan gambar.

Harga yang tertera belum termasuk ongkos kirim.(khusus yang berada di Yogya bisa diantar)
[/spoiler]


READY STOCK
sms / test me @ 085729152565 pinBB by request
Harga RP 120,000,00- 150.000,00 / 12$-15$ belum termasuk ongkir
keterangan kain katun combed s 20 ukuran M
kaos buat santai



Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Selasa, 26 Juni 2012

SOAL KONSENTRASI HTN

silahkan download soal soal konsentrasi htn komplit



>>>DOWNLOAD<<<

Selasa, 08 Mei 2012

software excel raport

yang mau download software berbentuk excel buat nulis raport, ga tahu yang nyiptain siapa, semoga yang nyiptain masuk surga

>>>DOWNLOAD<<<

pasword silahkan minta sms ke 085729152565
kalo ga bales silahkan ym ke g2n_bibib
twitter gunarto_R

Rabu, 18 April 2012

ada pdf iptek tentang
1. alat pengolahan
2.budidaya perikanan
3. budidaya pertanian
4.pengelolaan air dan sanitasi
5.pengolahan pangan



Minggu, 15 April 2012

ini bahan pidsus  + pidanamid insya Allah berguna


>>>DOWNLOAD PIDSUS<<<


>>>Download Pidana<<<

Minggu, 18 Maret 2012

link buat avira premium sampai tanggal 1 Mei 2012 cuy silahkan sedot




Jumat, 09 Maret 2012


JOGJA MACET??


Saya asli orang jogja. Jogja mengalami beberapa perubahan besar, terutama dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Sedikit catatan saya terhadap lalu lintas jogja, jogja yang semakin ramai dan macet akan kendaraan bermotor ini ada beberapa aspek pendukung:
1.      Semakin gampangnya mendapatkan kendaraan baik tunai maupun kredit
Penyebabnya mungkin ada 2 kemungkinan, orang jogja yang bertambah kaya atau orang “kurang mampu” yang memaksakan diri untuk kredit beli kendaraan, dikarenakan gampangnya syarat untuk kredit saat ini ( yang menurut saya tidak sehat) .
Beberapa keuntungan membeli tunai :
  • Tidak berhutang pada siapa pun
  • Tidak perlu membayar bunga kredit
  • Langsung mendapatkan hak-hak secara utuh (STNK dll)
  • Proses jual beli selesai setelah pembayaran, tidak ada beban lagi
Kalau membeli secara kredit :
·         Jelas kita bisa menikmati kendaraan dengan cepat dengan cicilan, tetapi jangan melupakan total harga yang kita bayar bisa melambung/JAUH LEBIH MAHAL kalau ditotalkan. Jangan percaya dengan bunga kredit 0%, hitung dulu total berapa yang anda bayar, pasti harganya lebih mahal dari kita membeli secara TUNAI
·         Ada beban tersendiri, contohnya  kalau kita KREDIT, belum juga kredit lunas, kendaraan kita sudah hilang. Beban jadi dobel, disamping kita kehilangan kendaraan juga kita masih harus membayar hutang/kredit kita. Jadi kita harus membayar sesuatu yang sudah bukan menjadi milik kita.
·         Jangan nekat kredit kalau buat hidup saja susah, pintar-pintarlah menghitung pengeluaran anda, karena pengeluaran kita bukan saja untuk keperluan pokok saja, tapi keperluan lain yang bersifat mendesak.
Saran saya tadi hanya untuk kendaraan pribadi ya, mungkin lain cerita kalau mau KREDIT kendaraan buat usaha, yang mungkin hitung-hitungan untungnya lebih besar kalau kita kredit, karena bisa langsung digunakan buat usaha.
Saya pribadi menyarankan membeli kendaraan  TUNAI, karena resiko lebih kecil daripada membeli secara kredit. Kalau ibarat peribahasa “berakit-rakit kita kehulu, berenang kita ketepian, bersakit dahulu baru senang kemudian

2.      Banyaknya parkir liar/ilegal di tempat yang bukan seharusnya seperti trotoar
Terlepas dari kasus diatas, semakin kita mobile ke tempat lain menggunakan kendaraan kita, semakin kita banyak mengeluarkan uang, terutama untuk parkir kendaraan. Sudah beberapa kali saya mendapatkan masalah dengan tukang parkir. Banyak tukang parkir yang menyebalkan.
1.      Kadang minta karcis ga dikasih, padahal itu kan bukti pembayaran
2.      Kadang harga yang dibayar tidak sesuai dengan harga yang tertera di karcis
3.      Kadang tukang parkir ga mau bantuin kita ngeluarin motor,ga ngurusin motor kita kalo keujanan ato kepanasan
4.      Kadang kala kalau parkir ilegal mesti ambil tempat yang emang bukan tempat parkir, seperti trotoar ( TEMPAT JALAN PEJALAN KAKI )
Saran buat pengguna jasa parkir.
1.      Mintalah karcis parkir sebelum anda meninggalkan kendaraan anda, mintalah karcis yang baru ( BUKAN YANG BEKAS )
2.      Jangan buru-buru membayar parkir, mintalah tukang parkir membantu mengeluarkan kendaraan anda dulu, baru membayar parkir.
3.      Bayarlah parkir sesuai dengan harga yang tertera di karcis parkir, kalau tukang parkir minta lebih JANGAN MAU, beranikanlah diri anda untuk menentang
INGAT, RATA-RATA PARKIR LIAR ITU DIKUASAI PREMAN!!

3.      Semakin gampangnya mendapatkan SIM secara legal padahal belum tentu itu bisa mengendarai kendaraan.
Saya sendiri terheran, saya pernah mengikuti pendaftaraan SIM secara masal ya, dan saya kaget juga ketika disitu tidak ada tes sama sekali dan cuma cek kesehatan. Padahal bayangan saya selama ini bakalan ada tes mengendarai dan ternyata tidak ada. Ketika saya tanya kepada pak polisinya katanya memang tidak ada tes mengemudi, hanya diambil beberapa saja sebagai sampel dan formalitas. Perpanjang SIM pun juga demikian. TIDAK ADA TES MENGEMUDI. Ya wajar aja kalau punya SIM saja belum tentu bisa mengendarai kendaraan, apalagi yang tidak punya.itulah yang menyebakan jalan semakin sumpek dan rawan kecelakaan.

4.      Proyek yang terbengkalai
Bukan rahasia umum lagi ketika dinas terkait sedang melakukan perbaikan jalan atau gedung di sekitar jalan, mesti ada saja sisa bahan bangunan ang sengaja ditinggalkan yang tentu saja sangat membahayakan pengendara.
5.      Lampu APILL atau lampu lalu lintas yang sering eror
Jelas banget setiap melintas di perempatan yang ada lampu lalin nya mesti itungannya kacau, itu sering banget terjadi. Tetapi disarankan tetap waspada dan matikan mesin sambil menunggu untuk menghemat BBM.
6.      Transportasi umum yang kurang mendukung
Seperti yang kita tahu, di Jogja sendiri ada banyak transportasi umum yang diantaranya masih kurang tertib. Bus kota/atau apapun itu namanya masih sering menjemput/menurunkan penumpang di sembarang tempat. Mungkin disini ada kedua belah pihak yang mungkin tidak merasa salah. Yang pertama penumpang yang memang sengaja minta diturunkan dipinggir jalan(di area terlarang) dan sopir yang memang sengaja menurunkan dan memang mustahil kebiasaan itu dihilangkan kalau kedua belah pihak tersebut tidak sadar diri.


Sejauh ini saya tidak menghimbau kepada pembaca untuk melakukan hal yang saya himbau di atas, tetepi saya berusaha memulai dari diri saya sendiri




Rabu, 01 Februari 2012

SLIDE HKPA + ADAT

monggo kalo mau download HKPA + ADAT silahkan dipilih untuk belajar teman-teman


KEDAULATAN PANGAN HARGA MATI



Kenapa judulnya kedaulatan pangan harga mati? Saya ambil contoh penyerangan Sultan Agung dari Mataram ke Batavia  pada tahun 1628 dan 1629 gagal gara-gara masalah pangan. Penyerangan pertama gagal gara-gara tidak ada persiapan masalah pangan. Penyerangan kedua sudah berbenah belajar dari pengalaman, yaitu dengan membangun lumbung padi di sekitar benteng Batavia, akan tetapi usaha tersebut gagal setelah ada pengkhianatan yang menyebabkan lumbung padi dibakar. Daerah Rawagede yang baru-baru ini “Hot” di media, ketika gugatan kepada pihak Belanda dimenangkan oleh pihak keluarga korban rawagede, pembantaian tersebut dilakukan oleh Belanda karena memang Rawagede itu lumbung padi bagi Nusantara pada saat itu. AS pada saat perang juga menyerang dengan Herbisida, pada waktu perang vietnam dan pada waktu perang dengan Jepang
Dengan alasan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa kedaulatan pangan khususnya kedaulatan beras sangat penting.  Terus terang penulis sangat tidak setuju dengan kebijakan impor beras, -karena jelas-jelas kebijakan tersebut tidak pro dengan kedaulatan beras, karena kita sangat bergantung dengan negara pengimpor beras tersebut dan mungkin saja hal tersebut kedepan bisa menjadi senjata pamungkas yang ampuh untuk menyerang negara kita.
Logikanya adalah pertambahan jumlah penduduk berbanding terbalik dengan jumlah lahan pertanian, tetapi berbanding lurus dengan konsumsi beras.  Menurut penulis pribadi, kita ga bakalan mati kalau tidak makan beras, karena masih banyak makanan pokok selain beras. Diversifikasi makanan sangat penting diupayakan. Dulu mungkin pemerintah sukses dengan slogan  4 sehat 5 sempurna untuk mengurangi dampak gizi buruk, untuk kasus ini saya berpendapat bahwa 3x makan sehari kita, untuk makan siang wajib dengan makanan tanpa beras, efeknya kalo manjur dapat mengurangi sepertiga dari konsumsi beras nasional.
Maaf tulisan ini belum ada data yang akurat karena terbatasnya waktu penulis, mungkin bisa ditambahkan, trims

Kamis, 26 Januari 2012

ini soal kekuasaan kehakiman, tahun 2010 sama 2011 sama lho coy, sangat berguna beud


Jumat, 20 Januari 2012

KEJAGUNG



Pendahuluan
Hampir seluruh negara modern di dunia ini mempunyai sebuah institusi yang disebut dengan istilah ”kejaksaan”, yang mempunyai tugas utama melakukan penuntutan dalam perkara pidana ke pengadilan.  Istilah ”jaksa” atau ”kejaksaan” sebagai institusi dalam bahasa Indonesia tidaklah mudah untuk dipersamakan dengan istilah yang sama dalam berbagai bahasa. Dalam bahasa Inggris dibedakan antara ”attorney general” dengan ”public prosecutor”. Istilah pertama diartikan sebagai ”jaksa agung” dalam bahasa Indonesia, sedang yang kedua diartikan sebagai ”penuntut umum”. Demikian pula dalam Bahasa Belanda, dibedakan antara ”officer van justitie” untuk istilah ”jaksa” dan ”openbaar aanklager” untuk ”penuntut umum”. Sementara dalam Bahasa Melayu Malaysia digunakan istilah ”peguam negara” untuk jaksa, dan ”pendakwa raya” untuk ”penuntut umum”, yang kesemuanya berada di bawah Jabatan Peguam Negara. Jabatan ini adalah semacam Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.
Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung yakni antara lain:
a.         Mempertahankan segala peraturan Negara
b.         Melakukan penuntutan segala tindak pidana
c.         Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang
Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

1.      Apa saja kewenangan kejaksaan
2.      Bagaimana struktur organisasi kejaksaan dan kedudukan Jaksa Agung ?



PEMBAHASAN
1.      Kewenangan Kejaksaan
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991.
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Bahwa eksistensi kewenangan penuntutan oleh Kejaksaan dalam sistem hukum nasional dapat dilihat dari:
  1. Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur secara implisit keberadaan Kejaksaan RI dalam sistem ketatanegaraan, sebagai badan yang terkait dengan kekuasaan kehakiman (vide Pasal 24 ayat 3 UUD 1945 jo. Pasal 41 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman), dengan fungsi yang sangat dominan sebagai penyandang asas dominus litis, pengendali proses perkara yang menentukan dapat tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berdasarkan alat bukti yang sah menurut Undang-undang, dan sebagai executive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam perkara pidana.
  2. Pasal 1 butir 13 KUHAP yang menegaskan bahwa Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan.
  3. Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang menempatkan posisi dan fungsi kejaksaan dengan karakter spesifik dalam sistem ketatanegaraan yaitu sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.
Kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan dengan adanya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan penuntutan yang sama dengan Kejaksaan adalah berkurangnya eksistensi kewenangan jaksa selaku Dominus Litis yang berlaku universal disebabkan masih adanya tumpang-tindih dan kerancuan hukum yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan sehingga mengabaikan asas Dominus Litis tersebut.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :
(1)   Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.                   Melakukan penuntutan;
b.                  Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.                   Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
d.                  Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.                   Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2)   Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah
(3)   Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a.                   Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.                  Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.                   Pengamanan peredaran barang cetakan;
d.                  Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e.                   Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f.                   Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
Kewenangan Kejaksaan yang lain diatur dalam Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pasal 35,36,37, tugas dan wewenang Jaksa Agung meliputi :
1.        Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.
2.        Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang, mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
3.        Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung  dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam  pemeriksaan kasasi perkara pidana.
4.        Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.        Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
6.        Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.


3.      Bagaimana struktur organisasi kejaksaan dan kedudukan Jaksa Agung ?
Tidak ada satu katapun dalam UUD 1945 menyinggung Kejaksaan. Mengenai posisi kejaksaan apakah masuk kekuasaan eksekutif atau yudikatif terjawab oleh Pasal 24 ayat (3) UUD 1945. Dari pasal itu Kejaksaan tidak termasuk kekuasaan yudikatif, meski menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Selain itu, Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan dapat ditafsirkan bahwa kedudukan Kejaksaan berada dalam kekuasaan eksekutif khususnya dalam bidang yustisial (penuntutan).
Mengacu pada UU 16 tahun 2004, maka  pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Pasal tersebut dinilai susah untuk dilaksanakan mengingat kedudukan Kejaksaan berada di bawah Presiden atau Eksekutif sedangkan pasal tersebut menuntut Kejaksaan untuk melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Bagaimana mungkin Kejaksaan yang secara struktural berada di bawah Presiden bisa lepas dari pengaruh Presiden itu sendiri.
Pada titik ini, terdapat persoalan yang bersifat anomali ketika dihadapkan pada kenyataan yang ada di berbagai negara bahwa pucuk pimpinan kejaksaan, yakni jaksa agung, merupakan bagian dari kabinet (eksekutif) yang dipimpin oleh kepala pemerintahan. Di satu sisi, Jaksa Agung sebagai penegak hukum dituntut untuk bekerja dengan menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme dan tunduk pada aturan normatif hukum, tetapi di sisi lain jaksa agung merupakan jabatan yang bersifat politis karena pengangkatannya merupakan hak prerogratif dari Presiden.
Mengenai kedudukan Jaksa Agung menurut M. Fajrul Falaakh, S.H., M.H. yang termuat dalam putusan MK no 49/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa mengenai kedudukan Jaksa Agung, dengan jelas Undang-Undang menentukan bahwa Jaksa Agung itu sekarang adalah pejabat negara dan dilarang merangkap jabatan negara lainnya. Dengan demikian, Jaksa Agung bukan Menteri. Penyebutan kedudukan setingkat Menteri itu cuma kaitannya dengan penggajian dan lain-lain.
            Mengenai pengangkatannya terdapat pada pasal 19 UU no 16 tahun 2004  Jaksa Agung  diangkat  oleh Presiden sedangkan  pemberhentian dari jabatnnya karena :
a.       meninggal dunia;
b.      permintaan sendiri;
c.       sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
d.      berakhir masa jabatannya;
e.       tidak lagi memenuhi salah satu syarat pada pasal 21 karena merangkap jabatan
Mengenai pasal 22 ayat 1 huruf d UU no 16 tahun 2004 yang dianggap oleh MK yang menyatakan Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4401) adalah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan”. Putusan ini yang menyebabkan berakhirnya masa jabatan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung digantikan oleh Basrief Arief (26 November 2010 s/d Sekarang)

Mahfud menegaskan, masa jabatan Hendarman Supandji sebenarnya sudah berakhir sejak masa jabatan Presiden berakhir. Dilain pihak, Mahfud juga menegaskan, meski tidak dilantik kembali, jabatan Jaksa Agung yang diemban Hendarman sebelum putusan MK adalah sah lantaran putusan MK tidak berlaku surut






KESIMPULAN
Secara organisasi, personil dan keuangan institusi ini berada di bawah Kementerian Kehakiman, namun secara fungsional, lembaga ini bekerja dalam penyelenggaraan badan-badan peradilan, sehingga Jaksa Agung disebut sebagai Jaksa Agung pada Mahkamah Agung. Namun dalam praktiknya di Negeri Belanda, maupun di Indonesia sebagaimana ditunjukkan Jaksa Agung Soeprapto, institusi ini dapat bekerja secara mandiri dan independen, tidak tunduk pada pengaruh kekuasaan eksekutif maupun yudikatif. Faktor individu, rupanya mempengaruhi efektifikas sebuah sistem ketika dia berjalan dalam kenyataan. Pada semua negara yang menganut sistem Pemerintahan Presidensial, khususnya di Amerika Serikat dan Philipina, Kejaksaan semata-mata  menjalankan tugas sebagai penuntut umum (Public Prosecutor). Tugas melakukan penyidikan atas perkara-perkara pidana dilakukan oleh badan yang terpisah, yakni Federal Bureau of Investigation dan National Bureau of Investigation. Namun kedua institusi ini sama-sama berada di bawah Department of Justice. Jadi, di Amerika dan Philipina yang menganut sistem Presidensial itu, Kejaksaan berada dalam ranah eksekutif, bukan ranah yudikatif. Di negara kita, yang juga menganut sistem Presidensial di bawah UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah perubahan, dalam tiga Undang-Undang tentang Kejaksaan  yang pernah ada (UU No 15 Tahun 1961; UU No 5 Tahun 1991 dan UU No 16 Tahun 2004), semuanya mengatur bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah, yang juga berada di dalam ranah kekuasaan eksekutif. Tugas utama kejaksaan sebagai institusi yang berwenang melakukan penuntutan, di manapun di dunia ini memang tidak pernah dikategorikan sebagai tindakan yudikatif dan selalu menjadi tindakan eksekutif. Apalagi Kejaksaan kita mempunyai tugas-tugas lain seperti penyidikan dan pengawasan yang lazim dikategorikan sebagai tindakan ekskutif. Sejak Kejaksaan sepenuhnya ditempatkan di dalam ranah eksekutif di bawah UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Jaksa Agung selalu menjadi menjadi anggota kabinet, baik dengan status menteri atau pejabat setingkat menteri. 
Semua undang-undang Kejaksaan yang pernah ada di bawah UUD 1945 tidak ada yang mengatur berapa lamakah jabatan Jaksa Agung. Karena dia berstatus menteri atau pejabat setingkat menteri yang  menjadi anggota kabinet, maka praktik ketatanegaraan menunjukkan kepada kita bahwa masa jabatan  Jaksa Agung adalah sama dengan masa jabatan Presiden dan kabinet yang dibentuknya. Tidak ada kebingungan terhadap masalah ini sepanjang sejarah ketatanegaraan RI
Bahwa pada kenyataannya dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan oleh Kejaksaan sering timbul permasalahan antar lembaga penegak hukum lainnya dalam hal:
  1. Koordinasi berkas perkara antara Kejaksaan dan penyidik Kepolisian pada tahap prapenuntutan.
  2. Pertanggungjawaban penguasaan penahanan antara Kejaksaan dan Pengadilan terhadap status pengalihan penahanan selama pemeriksaan di persidangan dan peralihan pada saat pelimpahan berkas perkara ke pengadilan.
  3. Dualisme kewenangan penuntutan antara Kejaksaan dan KPK terhadap perkara tindak pidana korupsi.
Eksistensi Kejaksaan RI dalam melaksanakan supremasi di bidang penuntutan sehubungan dengan sistem peradilan pidana terpadu yang diatur menurut KUHAP pada kenyataannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dalam praktek masih sering terjadi koordinasi antara Kejaksaan dengan Kepolisian ataupun Kejaksaan dengan Pengadilan tidak berjalan dengan lancar karena berbagai alasan yang bersifat birokratis ataupun arogansi institusional, sehingga akan berpengaruh terhadap proses penuntutan.

Kejaksaan, KPK dan Kepolisian merupakan lembaga yang bertanggung jawab pada salah satu tugas penuntutan (public prosecution) dan penyelidikan serta penyidikan perkara pidana (criminal proceeding). Oleh karena itu, tugas-tugas kejaksaan dan tugas-tugas kepolisian perlu diatur sedemikian rupa, sehingga tercipta suasana sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), di mana masing-masing tugas dapat terkordinasi demi kepentingan penegakan hukum secara sistematik, bukan kepentingan instansional. Tugas polisi sebagai criminal investigation perlu dipisahkan dengan tugas kejaksaan sebagai public prosecution dan criminal proceeding[1]






DAFTAR PUSTAKA
Putusan MK no 49/PUU-VIII/2010


[1] Bambang Poernomo, “Kejaksaan Melaksanakan Tugas Bagian Kekuasaan Negara”, (makalah disampaikan dalam “Dengar Pendapat Publik ‘Pembaruan Kejaksaan Republik Indonesia’”, diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, di Hotel Sahid, Jakarta, 24-25 Juni 2003), hal. 3.