Jumat, 20 Januari 2012

Tinjauan dari Segi Hukum dan Segi Sosiologi Terhadap Kasus Kecelakaan Lalu lintas yang dialami oleh Saiful Jamil





Tinjauan dari Segi Hukum dan Segi Sosiologi Terhadap Kasus Kecelakaan Lalu lintas yang dialami oleh Saiful Jamil


DISUSUN OLEH:
·        Rahmad Gunarto                            08/267392/HK/17817
·        Yola Dwi Prastika                           08/267122/HK/17761
·        Komang Metri S.                            08/272979/HK/17922
·        Batsya Imara                                   08/ 264654/HK/17662
·        M. Hasbiyallah                                08/267258/HK/17789
·        Bobby Mario Turnip                      07/252558/HK/17595
·        Dimas Primadana                           08/267398/HK/17818


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011






I.       JUDUL MAKALAH
Tinjauan Segi Hukum dan Sosiologis Terhadap Kasus Kecelakaan Lalu lintas yang dialami oleh Saiful Jamil.

II.   Rumusan Masalah

1.      Bagaimana tinjauan dari segi hukum dan segi sosiologis dari masalah tersebut?

III.                        Pembahasan

Ilustrasi Kasus
Kasus tragis ini berawal dari kecelakaan yang dialami oleh penyanyi dangdut Syaiful Jamil ketika merayakan lebaran. Mobil yang dikendarainya terbalik dan mengakibatkan istrinya, Virginia Anggraeni meninggal seketika di tempat kejadian. Polisi tengah bersiap mengusut kasus ini dengan rencana memeriksa Syaiful.
Syaiful dianggap lalai mengemudikan kendaraan. Karena kondisi kendaraan yang tak baik, maka kecelakaan itu terjadi. Sebelum kecelakaan, mobil itu ditumpangi berjumlah 10 orang sehingga melebihi kapasitas. 

1.      Bagaimana tinjauan dari segi hukum dan segi sosiologis dari masalah tersebut?
Memang bukan lagi sesuatu yang baru untuk membicarakan perkara yang dialami oleh pedangdut Syaiful Jamil, kecelakaan yang tidak pernah dia bayangkan pada hari sabtu tanggal 3 september 2011 di tol Cipularang KM 97.Tragedi yang tragis dalam hidupnya,sudah jatuh,kehilangan istri di tambah pusingnya perkara dengan polisi. Jika dilihat dari sudut pandang Politik Hukum Pidana dan keadilan restorative secara komprehensif dengan wawasan keilmuan selugas mungkin.
Secara hukum positif, Polri sebagi instansi yang di beri wewenang untuk menangani hal tersebut seolah seperti di lempari buah simalakama.Sebagai pelaksana undang – undang yang secara dogmatis dalam pasal 310 ayat (4) UU No.22 tahun 2009 “Dalam hal kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00(Dua belas juta rupiah).

Politik hukum pidana mengejewantah dalam bentuk penegakan hukum pidana. Sebagai pengejewantahan politik hukum pidana, penegakan hukum pidana merupakan suatu proses dan kebijakan untuk menanggulangi kejahatan secara rasional melalui sarana hukum pidana yang dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap formulasi, yaitu tahap pembuatan peraturan perundang-undangan pidana yang tahap pembuatan oleh Badan Pembuat Undang-undang, kemudian tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana yang dilakukan oleh aparat atau instansi penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai pengadilan, akhirnya tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh aparat atau instansi pelaksana pidana.

Namun harus di ingat pula, Polisi sebagai pengambil kebijakan di bekali payung hukum berupa kewenangan diskresi kepolisian seperti yang tertuang dalam Pasal 18 UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sehingga alangkah lebih indahnya hukum Republik ini apabila aparat penegak hukumnya bisa mengintepretasikan peraturan tekstual di selaraskan dengan kontekstualitasnya.Sehingga anomaly hukum yang terjadi tidak melepaskan tujuan hukum dari subtansinya yaitu untuk menuju keadilan sosial dan rakyat yang sejahtera.
Tercontoh pada kasus Syaiful jamil kali ini, Polisi memeriksa Syaiful jamil dan menetapkanya sebagai tesangka itu semata hanya untuk memenuhi perintah dari regulasi formil. Artinya,persyaratan yang di butuhkan dalam berkas penyidikan memang wajib di lengkapi oleh Polisi. Itu sebagai tanggung jawab kerja atas profesinya, tanggung jawab atas SPDP yang di kirimkan kepada kejaksaan.Pertanggung jawaban ijin penyitaan yang dikirimkan kepada pengadilan. Sehingga tindakan melengkapi berkas perkara yang di lakukan oleh penyidik itu merupakan sebagai wujud langkah antisipatif.

Syaiful bisa saja dijerat Pasal 310 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun. Pasal 310 ayat (4) berbunyi ‘Dalam hal kecelakaan sebagaiman dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)’.  Dan atau
Pasal kelalaian berakibat kematian Pasal 359 KUHP
‘Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun’.
Maka pasal 359 KUHP tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa bagian yaitu
1.      Unsur  barang siapa, dalam hal ini Saipul Jamil sebagai pengendara mobil tersebut
2.      Karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati
 a. kapasitas mobil melebihi muatannya
b. tidak ada pengecekan terhadap kondisi kendaraannya
c. karena memaksakan diri untuk mengemudi walaupun dalam kondisi yang tidak memungkinkan.
d. mengendarai kendaraaan melebihi batas kecepatan maksimum didalam jalan tol
            Jadi kasus Kecelakaan Saiful Jamil ini telah memenuhi unsur pidana.
Akan tetapi Pemerintah turut bertanggung jawab dalam hal ini. Yang menjadi masalah di jalan tol Cipularang ini pada awal pembukaannya adalah perkerasannya menggunakan beton (rigid pavement) bukan aspal (flexible pavement). Dimana mungkin karena diburu waktu (jalan tol sepanjang +/- 45km dari Sadang sampai Padalarang selesai dalam 1 tahun), maka pengerjaannya cenderung kurang rapih sehingga permukaan jalan banyak yang tidak rata / bergelombang (bumpy). Bahkan banyak diantaranya yang retak-retak. Karena itu kemudian kita lihat pihak pengelola jalan tol kemudian memberikan lapisan aspal baru sebagai penutup, sehingga sekarang jalan tol cipularang sudah menggunakan aspal.

Masalah jalan yang bumpy memang saat ini sudah tidak lagi menjadi masalah, tetapi masalah lain timbul, yaitu terjadinya permukaan aspal yang bergelombang terutama di daerah turunan. Hal ini disebabkan oleh proses pengereman dari kendaraan2 besar yang kemudian membuat tekanan/dorongan ke depan terhadap permukaan aspal. Kondisi ini sangat terasa di KM 96 tempat lokasi kecelakaan yang merupakan area jalan menurun yang sangat panjang.

Kondisi jalan bergelombang ini, apabila dilewati oleh kendaraan dengan ground clearence rendah seperti sedan, mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Lain cerita apabila jenis jeep, SUV atau kendaraan lain dengan ground clearence tinggi. Kondisi ini SANGAT BERBAHAYA karena dapat menyebabkan terjadinya understeer, dimana akibat turunan yang bumpy/bergelombang, ban kehilangan gigitan sama sekali sehingga kita tidak dapat lagi mengendalikan setir. Dan yang terjadi adalah persis seperti dialami oleh bang Syaiful, mobil terbanting ke kanan menghantam beton pemisah jalan dan kemudian terbalik. Bang Syaiful mengatakan ada dorongan angin samping, tapi percayalah hal tersebut tidak mungkin terjadi di lokasi KM96 (lain cerita kalau diatas jembatan). Yang terjadi adalah saat Avanza menuruni jalan dengan kecepatan cukup tinggi (80 km/jam), ban saat melewati jalan bergelombang akan terangkat cukup tinggi dan keseimbangan mobil hilang, sehingga walaupun setir tetap lurus, mobil limbung dan kemudian terlempar ke kanan ke arah tembok pemisah jalan melewati genangan air dengan kecepatan sangat tinggi. Maka akan terasa gigitan ban hilang dan setir "kehilangan rasa". Mobil mendadak tidak terkendali. Kalau genangan airnya panjang, maka mobil akan melintir nggak karuan)
Kecelakaan ini menjadi sangat fatal, karena "kebetulan" diarea KM 96 beton pemisah sangat tinggi. Karena hantaman body kendaraan dengan tembok pemisah terjadi persis setelah pilar pintu depan, maka bung Syaiful masih bernafas. Tetapi istri tercinta yang jadi korban. Kalau yang pertama menghajar adalah pintu depan, pasti beliau sudah almarhum juga.

Banyak faktor yang menyebabkan tol ini rawan. faktor-faktornya yaitu :
1.      Tingkat Elevasi Toll Road Cipularang yang curam dan berkelok
2.      Kontur dan Jenis Tanah yang menyebabkan pergeseran akibat tekanan kendaraan, hembusan angin dan resapan air ke dalam tanah.
3.      Penggunaan Beton yang berbeda dibandingkan Toll Road Lain.

Kesimpulan
Secara tekstual,tidak salah memang “seandainya” Polri melanjutkan perkara tersebut sampai ke ranah pengadilan.Karena memang teks dari undang-undang yang di jeratkan kepada Saiful Jamil sebagai tersangka atas meninggalnya istrinya sendiri akibat kelalaianya.Namun pertanyaannya sekarang,apakah itu yang di harapkan si pembuat peraturan pada waktu menggagas serangkaian kalimat dan kemudian di sahkan menjadi UU yang kini menjerat Saiful Jamil? Ruang sosial begitu dinamis,sehingga segelintir kalimat tidak akan mampu mewakili fenomena social yang tak terbatas.Polisi yang berasal dari kata Policy(kebijakan) tentunya harus jeli dalam menerapkan logika hukum,sehingga substansi dari penegakan hukum itu tercapai.

Kiranya kebijakan seperti itulah yang di nanti oleh pengagum keadilan di negeri ini.masih ada harapan di Republik yang sakit ini untuk kembali siuman.Semoga manusia dengan kewenangan yang di berikan oleh Negara.Yang kita sepakati bernama aparat penegak hukum di negeri ini,dapat memahami regulasi yang di formulakan sedari awal dengan dasar filsafat yang mulia.Untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.Itulah substansi dan tujuan dan penegakan hukum bila ingin di katakana berhasil
Namun di balik tindakan antisipatif Polri tersebut,sang pengambil kebijakan menyimpan solusi yang cemerlang.Polri masih mempunyai penyelesaian berupa “Mediasi penal atau Alternatif Dispute Resolution(ADR)”.Secara komprehensif,pasal 18 UU No. 2 tahun 2002 dapat menjadi payung hukum bagi Polri untuk memediasikan perkara Ipul Jamil.Apalagi Kapolri dengan keputusannya yaitu Surat Kapolri No.Pol.: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 di tentukan beberapa langkah – langkah penanganan kasus melalui ADR.

Meski Syaiful layak dihukum bila memang terbukti lalai, namun kepolisian tidak harus menjatuhkan hukuman maksimal selama 6 tahun untuk Syaiful.. Hukuman bisa percobaan atau pencabutan izin mengemudi yang dimiliki oleh Syaiful. Karena dia sebagai pelaku sekaligus sebagai menjadi korban maka hukuman harus diperingan. Mungkin kepolisian menilai penghukuman penting diberikan sebagai pembelajaran bagi Syaiful ke depan. kira-kira hukuman yang bisa memberikan treatment kepada yang bersangkutan atau masyarakat lain di lain waktu harus hati-hati. Itu diserahkan kepada diskresi hakim. Lebih lanjut, kepolisian tak perlu menahan Syaiful meski ancaman hukumannya di atas lima tahun. Di dalam praktek, bila ancaman hukuman maksimal lima tahun, polisi memang sudah bisa menahan seorang tersangka bila memang dianggap perlu menurut penilaiannya. Sejarahnya, ancamannya sengaja dinaikan menjadi lima tahun agar polisi bisa menahan tersangka bila rumahnya jauh dari kantor polisi untuk mempercepat pemeriksaan. Namun, dalam konteks ini, Saiful tidak perlu ditahan. Dalam catatan umum dan pada praktiknya, mengangkut penumpang melebihi kapasitas selama ini  adalah hal biasa, terlebih bagi angkutan umum. Hal itu juga dianggap ''biasa'' ketika terjadi kecelakaan dan kembali terulang karena ketidaktegasan dalam proses penyelesaian masalah hukumnya. 




Sekalipun sudah ditetapkan menjadi tersangka, bukan berarti Saipul mati langkah. Ada hal-hal yang dapat membantu meringankan bebannya hingga proses hukum selesai. Misalnya, sikap dia yang kooperatif, ada saksi yang meringankan, ada faktor lain yang layak diperhitungkan sebagai penyebab mobil Saiful mengalami kecelakaan dan sebagainya.  Tindakan bus yang menyalip kencang dari sisi kiri (sebagaimana diungkapkan tersangka)  juga dapat menjadi pertimbangan yang meringankan dalam persidangan. Bila pengusutan kasus ini harus disertai dengan penahanan, sebaiknya diusahakan penahanan luar. Sesuai UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan luar adalah hak seorang tersangka dan Saipul pantas mendapatkannya, di samping persoalannya tidaklah kasus berat.

Saat persidangan, sebaiknya majelis hakim memperkuat pertimbangan aspek kemanusiaan dan mengikutsertakannya dalam pertimbangan hukum sehingga vonisnya adalah hukuman pidana percobaan. Lain halnya kalau sopirnya ugal-ugalan, mabuk, dan pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Terkait dengan pemosisian Saipul sebagai tersangka, hal itu seyogianya bisa menjadi peringatan bagi semua pengendara/ pengemudi, dan pengguna jalan, termasuk pengemudi kendaraan TNI dan Polri, untuk selalu berhati-hati, tertib, dan mematuhi peraturan lalu lintas. Termasuk mematuhi etika, kesopanan, dan ketentuan mengenai kecepatan yang diizinkan, serta jumlah penumpang dan berat beban yang diangkut kendaraan yang dikemudikannya.

Jadi kasus ini tidak akan memenuhi  nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan andaikata kasus ini diajukan ke ranah hukum oleh kepolisian karena tidak ada seorangpun yang menghendaki istrinya tewas tragis seperti kasus kecelakaan lalu lintas Saiful Jamil tersebut, apalagi dikabarkan sang istri sedang hamil. Saiful lebih membutuhkan sesuatu untuk penenangan diri daripada harus mengikuti ranah hukum yang harus dia tempuh.
Ingat pidana adalah sebagai ultimum remidium
Daftar Pustaka

  1. www.antaranews.com
  2. www.kompas.com

Tidak ada komentar: