Rabu, 21 Oktober 2009

PRAPERADILAN


 


 

    Pra peradilan diadakan dengan maksud perlindungan HAM dan untuk pengawasan horizontal, sehingga aparat penegak hukum bisa menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka dari itulah KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan pra peradilan.

    Seperti yang disebutkan dalam KUHAP pasal 1 ayat 10 yaitu Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:


 

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;


 

  1. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;


 

  1. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.


 

    Seperti yang dijelaskan pada pasal 1 ayat 10 diatas pra peradilan dapat diajukan sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atas permintaan tersangka atau kuasa tersangka. Dalam hal itu juga dikaitkan dengan perlindungan hak asasi tersangka atau terdakwa.


 

Apabila diperinci maka wewenang hakim dalam pra peradilan adalah sebagai berikut:

  1. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan


     

        Seperti dijelaskan pada pasal 1 butir 20 KUHAP, yang dimaksud dengan Penangkapan dalam hal ini adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


     

        Dalam hal penangkapan seseorang hanya bisa ditangkap 1 hari untuk dimintai keterangannya. Dalam hal tertangkap tangan, tugas tidak perlu membawa surat penangkapan, jadi siapapun bisa melakukan penangkapan.


     

  2. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penahanan


     

        Penahanan dimaksudkan untuk Penahanan dalam hal ini adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


     

        Penahanan seharusnya baru bisa dilakukan apabila tersangka atau terdakwa diduga keras berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan suatu tindak pidana, bahkan menurut pasal 21 KUHAP tersebut, ditambahkan pula adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran:


     

  • Tersangka atu terdakwa akan melarikan diri.
  • Tersangka atu terdakwa akan merusak atau menghilangkan barang bukti.
  • Tersangka atu terdakwa akan mengulangi lagi suatu tindak pidana.

    

    Penempatan penahanan ditempatkan tempat tertentu untuk sementara waktu:


 

  • Untuk kepentingan penyidikan yang menahan penyidik.
  • Untuk kepentingan penuntutan yang menahan penuntut umum.
  • Utuk kepentingan peradilan yang menahan hakim.


 

  1. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penyidikan.


     

        Penyidikan dalam hal iini adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.


 

  1. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penghentian penuntutan


 

    Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.


 

  1. Menetapkan ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap mereka yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.


 

    Ganti rugi dala hal diatas adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


 

    Yang di perkarakan dalam pra peradilan terdapat dalam KUHAP Pasal 77 yaitu Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:


 

a.sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;


 

b.ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.


 


 

    Penangkapan dalam hal diatas yaitu suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


 

    Penahanan dalam hal diatas yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


 

    Penghentian penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.


 

    Rehabilitasi yang disebutkan yaitu hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


 


 


 


 

Susunan pra peradilan menurut KUHAP


 

Pada pasal 78 dijelaskan bahwa:


 

(1) Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan.

(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

    Pada pengadilan hanya terdapat satu hakim dan satu panitera karena asas cepat dan efektif, dari pada mengunakan lebih dari itu.


 

Pihak-pihak yang mengajukan pra peradilan


 

Pasal 79

    Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.


 


 

Pasal 80

    Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.


 

Pasal 81

    Permintaan ganti kerugian dan atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.


 

Pasal 95 ayat 2

(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.


 

Pasal 97 ayat 3

    Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal


 

  1. Permintaan sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan:
    1. Tersangka atau terdakwa.
    2. Keliuarga
    3. Kuasanya.


 

  1. Permintaan pemerikasaan sah atau tidaknya penghentian penyidikan penuntutan:
    1. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan:
      1. Penuntut umum
      2. Pihak ketiga yang berkepentingan.

    b.sah atau tidaknya penghentian penuntutan:

        a. penyidik

        b. pihak ketiga yang berkepentingan.


 

3. Tuntutan ganti rugi atas penangkapan penahanan serta penahanan serta tindakan lain tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan nengeri, dalam arti dihentikan dalam tingkat penyidikan atau penuntutan:

    a. tersangka

    b. ahli waris

        c. pihak ketiga yang berkepentingan


 

4. permintaan rehabilitasi atas penangkapan atau penahanan tanpa alas an yang beradasrkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atu hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, artinya :

    a. tersangka

    b. pihak yang berkepentingan


 


 

Acara pemeriksaan pra peradilan


 

Pasal 82

(1) Acara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 ditentukan sebagai berikut:

a. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;

b. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;

c. perneriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;

d. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;

e. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.


 

    Ada dua pihak dalam pra peradilan yang satu pemohon dan yang lainnya yang bertindak untuk dan atas nama pemohon disebut kuasa. Sidang pra peradilan diadakan setelah hakim yang ditunjuka menentukan hari sidang. hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;


 

Isi pemutusan pra peradilan


 

Menurut sifat nya dikenal tiga putusan yaitu:

  1. Putusan declaratoir bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Misalnya bahwa A adalah anak angkat yang sah dari B dan C atau bahwa A,B dan C adalah ahli waris almarhum X.


 

  1. Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Contohnya adalah putusan perceraian, putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit.


     


 

  1. Putusan comdenatoir adalah putusan yang berisi penghukuman. Misalnya, dimana tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah ,membayar hutang.


 

    Dalam Putusan hakim diatas artinya menentukan sifat suatu keadaan dengan tidak mengandung perintah kepada suatu pihak yang lainnya untuk berbuat ini itu, tetapi pemohon terang mempunyai kepentingan atas adanya putusan ini, oleh karena itu ada akibat hukum yang penting dan nyata dari putusan ini.


 

    Dalam putusan pra peradilan putusan hakim sudah mempunyai kekuatan yang tetap untuk dapat dijalankan, yaitu putusan pra peradilan yang mengabulkan permohonan si Pemohon baik seluruh maupun sebagian.


 

Dalam pasal 82 KUHAP dijelaskan bahwa:


 

(2) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya.

(3) Isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai berikut:


 

a. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;

b. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;


 

  1. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;


 

  1. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dan siapa benda itu disita.


     


 

(4) Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95.

    

    Dengan adanya putusan sebagaimana dalam pasal 82 ayat 3 KUHAP tersebut menyatakan bahwa:


 

  1. Melakukan perbuatan tertentu.

        Dalam hal diatas artinya putusan yang memerintahkan kepada penyidik atau penuntut yang diajukan permintaan pemeriksaan pra peradilan sebagai termohon untuk melakukan perbuatan tertentu.


     

  2. Melakukan pembayaran sejumlah uang

        Dalam hal diatas artinya dari pihak tersangka diberikan ganti rugi untuk mendapat sejumlah uang dalam putusan pra peradilan, seperti yang di jelaskan pada pasal 82 ayat 3 huruf c KUHAP.


     


     

  3. Pemberian rehabilitasi

        Dalam hal diatas artinya bahwa putusan pra peradilan menetapkan tidak sah nya suatu penangkapan atau penahanan , maka putusan dicantumkan jumlah besarnya gati rugi dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan tersangka sah tidak ditahan.


     


     

    1. Ratna Nurul Afiah, S.H , Praperadilan dan ruang lingkupnya, Akademika pressindo, Jakarta, 15 Juli 1985.
    2. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum acara pidana Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, Oktober 2008.
    3. Loebby loqman, S.H., M.H., Pra-peradilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, 1990
    4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No. 8 Tahun 1981, Aneka Ilmu, Semarang 1984